Saturday, 6 February 2016

Obrolan Sang Bapak

Mendengar obrolan sang bapak tersebut dengan rekannya, seketika hati saya menciut, meringis pedih sekali. Memang, hanya sekedar obrolan yang terkesan biasa bagi sebagian orang di kota ini. Alih-alih tanggapan orang lain, saya hanya mampu menggigit bibir hingga luka, menahan air yang menggelayut di kantong mata.

Beberapa waktu lalu, ada semangat untuk mencari pekerjaan sambilan di kota ini. Ya, standar waktu seorang mahasiswa rantauan. Sempat memilih dan memilah mana yang cocok untuk dijadikan tembakan. Akhirnya, saya putuskan mengirim lamaran, cv, dan berkas lainnya ke suatu perusahaan yang menerima kerja part-time mahasiswa.

Terlepas dari perihal kerja part-time yang akhirnya saya mengundurkan diri dan lebih memilih menjadi seorang freelance, momen dalam angkot saat hendak melamar kerja hari itu bener-bener bikin saya merinding sampai seminggu kemudian.

"Jangan kau bilang sama istriku itu! Biar dia jadi anjing, urusi anak-anaknya sendiri."

Istimewanya, beliau duduk di sebelah supir. Jadi saya tak perlu mengetahui ekspresinya saat mengatakan kalimat menjijikan seperti tadi.

"Halah, cewek di sini murah, dua ratus bisa dapat satu malam! Kau tunggu aku di Putri Hjjau, simpang stasiun," tambahnya dalam percakapan yang si bapak dan entah siapa lakukan lewat telepon.

Entah beliau lupa atau bagaimana, istrinya sedang menangis di sebelah saya. Kulitnya kering, berbasah-basah air asin. Namun, gadis kecil itu hanya sibuk bertanya, 'Mamak kenapa?'

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan :)