Pelaksanaan Demokrasi di
Indonesia dalam Berbagai Kurun Waktu
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘demos’
artinya rakyat dan ‘kratos/kratein artinya pemerintahan. Jadi pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, yang artinya: pemerintahan di mana rakyat
memegang peranan penting.
Itulah pengertian demokrasi dilihat dari asal katanya.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dilaksanakan dalam
berbagai kurun waktu,
yaitu:
a.
Kurun waktu
1945 – 1949
Pada periode ini sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila seperti
yang
diamanatkan oleh UUD 1945 belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena negara
dalam keadaan darurat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Misalnya, Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang semula berfungsi sebagai pembantu Presiden
menjadi berubah fungsi sebagai MPR. Sistem kabinet yang seharusnya Presidensil
dalam pelaksanaannya menjadi Parlementer seperti yang berlaku dalam Demokrasi
Liberal.
b.
Kurun Waktu
1949 – 1950
Pada periode ini berlaku Konstitusi RIS. Indonesia dibagi dalam beberapa
negara bagian. Sistem pemerintahan yang dianut ialah Demokrasi Parlementer
(Sistem Demokrasi Liberal). Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri dan
Presiden hanya sebagai lambang. Karena pada umumnya rakyat menolak RIS,
sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara
Kesatuan dengan UUDS 1950.
c.
Kurun Waktu
1950 – 1959
Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering
disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950.
Karena Kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan
lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau
golongannya.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang
dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar
bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak
sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa
keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat
adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai
pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya
UUDS 1950.
d.
Kurun Waktu
1959 – 1965
Pada periode ini sering juga disebut dengan Orde Lama. UUD yang digunakan
adalah UUD 1945 dengan sistem demokrasi terpimpin.
Menurut UUD 1945 presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden dan DPR
berada di bawah MPR. Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempat Pancasila
adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak ditangan
‘Pemimpin Besar Revolusi”.
Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Terjadinya
pemusatan kekuasaan di tangan presiden menimbulkan penyimpangan dan
penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang puncaknya terjadi perebutan
kekuasaan oleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan
bencana nasional bagi bangsa Indonesia.
e.
Kurun Waktu
1966 – 1998
Periode ini dikenal dengan sebutan pemerintahan Orde baru yang bertekad melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Secara tegas dilaksanakan sistem Demokrasi Pancasila dan dikembalikan
fungsi lembaga tertinggi dan tinggi negara sesuai dengan amanat UUD 1945.
Dalam pelaksanaannya sebagai akibat dari kekuasaan dan masa jabatan
presiden tidak dibatasi periodenya, maka kekuasaan menumpuk pada presiden,
sehingga terjadilah penyalahgunaan kekuasaan, dengan tumbuh suburnya budaya
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Kebebasan bicara dibatasi, praktek
demokrasi menjadi semu. Lembaga negara berfungsi sebagai alat kekuasaan
pemerintah.
Lahirlah gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa yang menuntut
reformasi dalam berbagai bidang. Puncaknya adalah dengan pernyataan pengunduran
diri Soeharto sebagai presiden.
f.
Kurun Waktu
1998 - sekarang (Orde Reformasi)
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada
dasarnya adalah demokrasi dengan
mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan
pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan
tertinggi negara dengan menegaskan
fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara
lembaga-lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan
terbentuknya DPR - MPR hasil Pemilu
1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Fungsi
pemilihan umum
1. Prosedur
rakyat dalam memilih dan mengawasi pemerintahan
Melalui
pemilu, rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga legislatif.
Wakil-wakil itu akan menjalankan kedaulatan yang didelegasikan kepadanya.
Pemilu merupakan proses pemungutan suara secara demokratis untuk seleksi
anggota perwakilan dan juga organ pemerintahan. Fungsi ini disebut sebagai
fungsi perwakilan politik.
2. Legitimasi politik
Pemerintahan
yang terbentuk melalui pemilu memang menjadi pilihan rakyat sehingga memiliki
keabsahan. Pemerintahan yang absah akan merumuskan program dan kebijakan yang
akan ditaati oleh rakyat. Rakyat akan tunduk dan taat sebagai konsekuensi atas
pilihan dan partisipasi politik yang telah dilakukan. Dalam sistem demokrasi,
kehendak rakyat merupakan dasar bagi keabsahan pemerintahan.
3. Mekanisme
pergantian elit politik
Dengan
pemilu, rakyat dalam kurun waktu tertentu dapat mengganti elit politik dengan
yang lainnya berdasarkan pilihannya. Putusan tersebut bergantung pada penilaian
rakyat terhadap kinerja para elit politik di masa lalu. Jika para elit politik
yang telah dipilih di masa lalu dianggap tidak mampu memenuhi harapan rakyat, orang
itu cenderung tidak akan dipilih kembali kemudian menggantinya dengan elite
politik yang baru.
4. Pendidikan
politik
Fungsi
pendidikan politik melalui pemilu merupakan pendidikan yang bersifat langsung,
terbuka, dan massal karena dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat dalam berdemokrasi. Melalui fungsi pendidikan politik inilah pemilu
berperan sebagai sarana pengembangan budaya politik demokratis. Oleh sebab itu,
pemilu harus dilaksanakan secara demokratis pula.
CIRI-CIRI
PEMILU DEMOKRASI
Dalam pemilu demokratis
mutlak diperlukan prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip demokrasi dapat terwadahi
dalam pemilu demokratis, sedangkan pemilu demokratis akan mengembangkan
dan melanggengkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Eep Saifullah Fatah,
syarat-syarat pemilu yang demokratis, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Adanya kekuasaan membentuk
tempat penampungan bagi aspirasi rakyat,
2. Adanya pengakuan hak pilih
yang universal,
3. Netralitas birokrasi
4. Penghitungan suara yang
jujur,
5. Rekrutmen yang terbuka bagi
para calon,
6. Adanya kebebasan pemilih
untuk menentukan calon,
7. Adanya komite atau panitia pemilihan
yang independen, dan
8. Adanya kekuasaan bagi
kontestan dalam berkampanye.
Menurut
Austin Ranney ada delapan kriteria pokok bagi pemilu yang demokratis.
1. Hak pilih umum
Pemilu disebut demokratis
apabila semua warga negara dewasa dapat menikmati hak pilih pasif ataupun
aktif. Meskipun diadakan pembatasan, hal tersebut harus ditentukan secara
demokratis, yaitu melalui undangundang.
2. Kesetaraan bobot suara.
Ada jaminan bahwa suara
tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama. Artinya, tidak boleh ada sekelompok
warga negara, apa pun kedudukannya, sejarah kehidupan, dan jasa-jasanya, yang
memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Kuota bagi sebuah kursi
parlemen harus berlaku umum.
3. Tersedianya pemilihan yang
signifikan.
Hakikat memilih diasumsikan
sebagai adanya lebih dari satu pilihan.
4. Kebebasan nominasi.
Pilihan-pilihan
memang harus datang dari rakyat sendiri sehingga menyiratkan pentingnya
kebebasan berorganisasi. Kebebasan berorganisasi secara implisit merupakan
prinsip kebebasan untuk menominasikan calon wakil rakyat. Dengan cara itulah
pilihan-pilihan yang signifikan dapat dijamin dalam proses pemilihan umum.
5. Persamaan hak kampanye.
Program kerja dan calon-calon
unggulan tidak akan bermakna apa-apa jika tidak diketahui oleh pemilih. Oleh
karena itu, kampanye menjadi penting dalam proses pemilu. Melalui proses
tersebut massa pemilih diperkenalkan dengan para calon dan program kerja para
kontestan pemilu.
6. Kebebasan dalam memberikan
suara.
Pemberi suara harus terbebas
dari berbagai hambatan fisik dan mental dalam menentukan pilihannya. Harus ada
jaminan bahwa pilihan seseorang dilindungi kerahasiaannya dari pihak mana pun,
terutama dari penguasa.
7. Kejujuran dalam penghitungan
suara.
Kecurangan dalam penghitungan
suara dapat menggagalkan upaya penjelmaan rakyat ke dalam badan perwakilan
rakyat. Keberadaan lembaga pemantau independen pemilu dapat menopang perwujudan
prinsip kejujuran dalam penghitungan suara.
8. Penyelenggaraan secara
periodik.
Pemilu tidak diajukan atau
diundurkan sekehendak hati penguasa. Pemilu dimaksudkan sebagai sarana
menyelenggarakan pergantian penguasa secara damai dan terlembaga.
Perkembangan
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia
Pemilu di Indonesia
sudah dilaksanakan selama 9 kali yang pada awalnya ditujukan untuk memilih
anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Amandemen ke-4 UUD 1945 tahun 2002, pilpres yang semula dilakukan oleh MPR,
disepakati dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke
dalam rezim pemilu. Pilpres pertama diadakan pada Pemilu 2004. Pada 2007,
berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan pilkada juga dimasukkan sebagai
rezim pemilu. Sekarang, istilah pemilu lebih sering merujuk kepada pemilu
legislatif dan pilpres diadakan setiap 5 tahun sekali.
Asas pada Zaman Orde
Baru dan Zaman Reformasi Orde Baru
Asas "LUBER"
yaitu :
Langsung: pemilih
diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan.
Umum: pemilihan umum
dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara.
Bebas: pemilih diharuskan
memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Rahasia: suara yang
diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu
sendiri.
Reformasi Asas "Jurdil" yaitu :
Jujur:
pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa
setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya
dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat
yang akan terpilih.
Adil:
perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada
pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu.
Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu,
tetapi juga penyelenggara pemilu.
Asal-usul Pemilu di
Indonesia
Selama lima tahun pertama kemerdekaan
bangsa Indonesia, sering diselenggarakan pemilu di daerah-daerah yang dikuasai
Belanda. Pemilu ini untuk memilih memilih wakil-wakil daerah. Pemilu ini tidak
demokratis karena pamong pro-Belanda mengintimidasi rakyat agar tidak memilih
calon pro-Republiken. Selain itu selalu terjadi pula penangkapan aktivis
politik Republiken dalam setiap pemilu.
PEMILU 1955
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan
bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini
disebut Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat
pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap. Pemilu ini diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan
adil serta sangat demokratis.
Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
·
Pemilu DPR 29 September 1955.
·
Pemilu Konstituante 15 Desember 1955.
PEMILU 1977
Pemilu kedua
diselenggarakan 5 Juli 1971. Para pejabat negara pada Pemilu 1971 diharuskan
bersikap netral. Namun, para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta
Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa
ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh
pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta
Pemilu itu.
Dalam Pemilu ini, yang
menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di
setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak
langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan
penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demikian lebih banyak
menyebabkan suara partai terbuang percuma.
PEMILU 1977, 1982,
1987, 1992, 1997
Setelah 1971,
pelaksanaan Pemilu terjadwal sekali dalam 5 tahun dan pesertanya hanyalah
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan
satu Golongan Karya atau Golkar. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan
oleh Golongan karya. Keadaan ini membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif
berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil
dan militer.
PEMILU 1999
Pemilu pertama setelah
runtuhnya orde baru yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada 7 Juni 1999 di bawah
pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.Lima besar
Pemilu 1999 PDIP, Partai Golkar, PPP, PKB, dan PAN.
Walaupun PDIP meraih
suara terbanyak, yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu,
yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari PKB, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada
saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk
terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan
DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Sumber:
·
110.138.206.53/bahan-ajar/modul_online
·
Wikipedia.id
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan :)